Selasa, 10 Juli 2012


Nama   : Ummi Khasanah
Nim      : A310110093


Reproduksi Bacaan Fiksi
Judul novel : Centhini : 40 Malam Mengintip Sang pengantin
Novel ini merupakan interpretasi ulang dari Serat Centhini yang ditulis oleh Sri Susuhunan Pakubuwana V pada tahun 1815. Novel ini menceritakan tentang pernikahan Syekh Amongraga (dulunya bernama Jayengresmi), anak dari Sunan Giri dengan Tambangraras, anak dari Ki Bayi Panurta. Sebelum pernikahan itu terjadi, terjadi peperangan antara Kesunanan Giri dengan Mataram. Sunan Giri pun ditangkap dan dibawa ke Mataram. Tiga anak Sunan Giri yang terdiri atas Jayengresmi, Jayengsari, dan Rancangkapti lari tunggang-langgang hingga Jayengresmi berpisah dengan adik-adiknya. Sampai akhirnya Jayengresmi terdampar di Wanamarta dan mengganti namanya menjadi Syekh Amongraga. Setelah Syekh Amongraga berkunjung ke rumah Ki Bayi Panurta, Tambangraras menjadi tertarik dengan beliau dan kemudian menikah. Syekh Amongraga dan Tambangraras menjadi pengantin untuk sembilan kali. Di rumah sendiri, kemudian di Jayengwesthen, Jayengragan, kemudian berganti – ganti di Suharjan, Wiradhustan, Panukman, Panamaran, Kulawiryan, dan kemudian yang terakhir di Pakauman, di rumah Ki Penghulu Basorudin. Banyak upacara pengantin yang dilaksanakan dalam pernikahan Syekh Amongraga dan Tambangraras. Mulai dari ijab, panggih (mempertemukan kedua mempelai), pahargyan (resepsi), sepasaran (5 hari dari ijab), ngunduh pengantin, mendirikan rumah, dan boyongan. Setelah melewati 40 hari, pengantin mulai hidup sendiri dengan rumah barunya.
            Selama 40 malam, Centhini yang merupakan pembantu di rumah Ki Bayi diperintahkan untuk mengintip dan menjaga pengantin. Apabila membaca sekilas judul novel panjang ini, pandangan kita akan menyaksikan 40 malam pengantin yang mendebarkan. Pandangan pembaca akan mengarah pada hubungan seksualitas sang pengantin. Apabila berharapan seperti itu, pastilah pembaca akan kecewa. Karena malam-malam pengantin sejak malam pertama hingga malam ke-40 Syekh Amongraga hanya berkhutbah, memberikan ilmu kepada sang istri. Begitulah seterusnya. Tiada hari tanpa ilmu. Di masjid, pendapa, bahkan di kamar pengantin pun Syekh Amongraga begitu cerewet membeberkan semua ajaran tetang agama.
            Hari ke-15, sebanyak 300 orang bergotong royong untuk mendirikan rumah bagi Syekh Amongraga dan Tambangraras. Hanya membutuhkan waktu 20 hari rumah pendapa itu selesai. Hari ke-38 bisa dibilang hari yang istimewa karena tanpa sepengetahuan Centhini, Denayu Tambangraras sudah bersenggama dengan Syekh Amongraga dan itu berita yang ditunggu-tunggu oleh seluruh warga Wanamarta. Pada hari setelah malam ke-40, seluruh penduduk desa Wanamarta kembali digemparkan oleh sang pengantin yakni Syekh Amongraga meninggalkan Tambangraras dan Wanamarta. Beliau pergi bersama Jamal dan Jamil untuk mencari kedua adiknya yang selama ini berpisah.

Nama pengarang :  Sunardian Wiaradono
Tahun terbit          :  2009
Judul                    :  Centhini : 40 Malam Mengintip Sang Pengantin
Kota terbit            :  Yogyakarta
Penerbit                :  Diva Press
Tebal buku           :  510 halaman 
Kelebihan         :  Dalam novel ini banyak mengajarkan ilmu tentang agama dan budaya Jawa. Terdapat nilai-nilai indah dari kehidupan, tidak hanya percintaan, seksualitas atau derajat yang tinggi di dunia. Melainkan nilai nalar pada kesejatian dan kebaikan universal yang diungkap dengan semangat Jawa dalam bersosial.
Kelemahan           :  Terdapat ragam bahasa Jawa yang sulit dimengerti.